PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan
bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujan meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar tercapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Kesehatan yang merupakan hak
dasar manusia menjadikan salah satu aspek kualitas sumber daya manusia
yang sangat penting. Sumber Daya Manusia (SDM) yang sehat secara jasmani dan
rohani diharapkan menjadi manusia berkualitas sehingga bisa ikut berperan aktif
dalam pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Hendrik L Blum mengemukakan teori
bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi kesehatan masyarakat yaitu
lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan keturunan. Lingkungan berpengaruh pada terjadinya
suatu penyakit, dimana faktor lingkungan memberikan pengaruh dan peranan
terbesar. Keempat faktor tersebut disamping berpengaruh langsung pada kesehatan
juga saling berpengaruh satu sama lain. Kualitas Lingkungan yang buruk dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan di masyarakat. Tingginya angka kesakitan penyakit infeksi
berbasis lingkungan masih merupakan masalah utama di Indonesia, sehingga
diperlukan suatu upaya yang mengarah pada peningkatan derajat kesehatan
masyarakat, salah satunya peningkatan kesehatan lingkungan.
Lingkungan merupakan tempat pemukiman
dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala keadaan dan
kondisi yang secara langsung maupun tidak dapat diduga ikut
mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu ( Al. Slamet Riyadi, 1976 dalam
dasar-dasar kesehatan lingkungan).
Kesehatan Lingkungan menurut WHO
(World Health Organization) adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada
antara manusia dan lingkungan agar bisa menjamin keadaan sehat dari manusia.
Ruang lingkup kesehatan lingkungan diantaranya penyediaan air bersih /air
minum, pengolahan dan pembuangan limbah cair, gas dan padat, pencegahan
kebisingan, pencegahan penyakit bawaan air, udara, makanan, dan vektor, pengelolaan kualitas lingkungan air,
udara, makanan, pemukiman dan bahan berbahaya. Kesehatan lingkungan merupakan
salah satu program dari enam usaha kesehatan dasar kesehatan masyarakat.
Kesehatan lingkungan ini sangat erat sekali hubungannya dengan kesehatan masyarakat.
(Soemirat, 2009 : 6).
Menurut Ricki M Mulia dalam bukunya
Kesehatan Lingkungan (2005) bahwa keadaan Lingkungan dapat mempengaruhi
kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi
oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai, didukung, ditopang
atau dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan.
Dalam pencapaian Indonesia Sehat,
Lingkungan yang diharapkan bagi terwujudnya keadaan sehat bagi masyarakat yaitu
lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan
yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang
berwawasan sehat (Hasyim, 2008).
Keberhasilan program kesehatan dan
program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan
usia harapan hidup penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan
melalui Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses
terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu
mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan
penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya (Solihat,
dkk. 2010).
Kabupaten Banyuasin adalah
salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten ini merupakan pemekaran
dari Kabupaten Musi
Banyuasin yang
terbentuk berdasarkan UU No. 6 Tahun 2002. Dimana salah satu misinya
Menciptakan pembangunan berwawasan lingkungan untuk menjamin keberlanjutan.
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin
merupakan SKPD yang menyelenggarakan sistem kesehatan di Kabupaten Banyuasin,
dimana salah satu program yang diselenggarakan adalah Program Kesehatan
Lingkungan Berkelanjutan yang diarahkan untuk pencapaian visi “Banyuasin Sehat
dan Berkualitas Tahun 2013”. Berdasarkan gambaran
tersebut penulis tertarik untuk menulis makalah yang berjudul “Pengelolaan Kesehatan Lingkungan
Berkelanjutan di Kabupaten Banyuasin”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran umum Kabupaten
Banyuasin?
2. Program-program kesehatan lingkungan apa saja yang
diselenggarakan di Kabupaten Banyuasin?
3.
Bagaimana
gambaran kesehatan
lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan lingkungan di
Kabupaten Banyuasin?
4. Apa saja yang menjadi faktor penyebab permasalahan
kesehatan lingkungan di Kabupaten Banyuasin?
5. Bagaimana
sistem
pengelolaan kesehatan lingkungan yang diselenggarakan di Kabupaten Banyuasin
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah :
- Tujuan Umum
Mendapatkan
Informasi mengenai Pengelolaan Kesehatan Lingkungan
Berkelanjutan di Kabupaten Banyuasin.
- Tujuan Khusus
a. Mendapatkan
informasi gambaran umum Kabupaten Banyuasin
b. Mendapatkan
Informasi tentang program-program kesehatan lingkungan yang diselenggarakan
di Kabupaten Banyuasin.
c. Mendapatkan
informasi tentang kesehatan lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan lingkungan di Kabupaten Banyuasin.
d. Mendapatkan informasi
tentang faktor penyebab permasalahan kesehatan lingkungan di Kabupaten Banyuasin.
e. Mendapatkan Informasi
tentang sistem
pengelolaan kesehatan lingkungan yang diselenggarakan
di Kabupaten Banyuasin.
1.4
Manfaat Penulisan
Melalui penulisan yang kami lakukan ini, kita bisa mengetahui dan memahami gambaran umum
Kabupaten Banyuasin, program-program kesehatan
lingkungan yang diselenggarakan
di Kabupaten Banyuasin, kesehatan lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan lingkungan di Kabupaten Banyuasin, faktor
penyebab permasalahan kesehatan lingkungan di Kabupaten Banyuasin, serta sistem pengelolaan
kesehatan lingkungan yang diselenggarakan di Kabupaten Banyuasin.
1.5 Sistematika
Penulisan
Bab
I:
Pada
bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah apa saja yang
akan dibahas dalam makalah ini, tujuan serta manfaat penulisan makalah ini
untuk apa, serta sistematika penulisan makalah ini seperti apa saja dan
bagaimana caranya. Sehingga, Bab I ini sebagai pengantar untuk memahami dan
mempelajari makalah ini.
Bab
II:
Dalam bab II ini berisi tentang penjabaran dan penjelasan
yang ada dalam rumusan masalah dalam bab I yaitu gambaran umum Kabupaten Banyuasin, program-program
kesehatan lingkungan yang diselenggarakan di Kabupaten Banyuasin, kesehatan
lingkungan dan faktor-faktor
yang mempengaruhi kesehatan lingkungan di Kabupaten Banyuasin, faktor penyebab
permasalahan kesehatan lingkungan di
Kabupaten Banyuasin, serta sistem
pengelolaan kesehatan lingkungan yang diselenggarakan di Kabupaten Banyuasin.
Bab
III:
Bab III ini merupakan bab yang terakhir
dalam pembuatan makalah ini. Isinya tentang kesimpulan dan saran yang kami sampaikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kesehatan Lingkungan
2.1.1 Konsep dan Batasan
Kesehatan Lingkungan
A. Pengertian kesehatan
1) Menurut WHO
adalah keadaan yang meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya berarti suatu keadaan yang bebas dari penyakit dan kecacatan.
2) Menurut UU No
23/1992 tentang kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan
ekonomis.
B. Pengertian
lingkungan
1) Menurut
Encyclopaedia of science & technology (1960) adalah sejumlah kondisi di
luar dan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme.
2) Menurut Encyclopaedia Americana (1974)
adalah pengaruh yang ada di
atas/sekeliling organisme.
3) Menurut A.L.
Slamet Riyadi (1976) adalah tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala
keadaan dan kondisi yang secara
langsung maupun tidak dapat diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu.
C. Pengertian kesehatan lingkungan
1) Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan
Indonesia) adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan
ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup
manusia yang sehat dan bahagia.
2) Menurut
WHO (World Health Organization) adalah suatu keseimbangan ekologi yang
harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.
3) Menurut kalimat yang merupakan gabungan (sintesa dari
Azrul Azwar, c) Slamet Riyadi,
WHO dan Sumengen) adalah upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan
ekologi pada tingkat kesejahteraan
manusia yang semakin meningkat.
2.1.2 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
A. Menurut WHO ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan,
yaitu :
1) Penyediaan
Air Minum
2) Pengelolaan air
Buangan dan pengendalian pencemaran
3) Pembuangan
Sampah Padat
4) Pengendalian
Vektor
5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta
manusia
6) Higiene
makanan, termasuk higiene susu
7) Pengendalian
pencemaran udara
8) Pengendalian
radiasi
9) Kesehatan
kerja
10) Pengendalian kebisingan
11) Perumahan dan pemukiman
12) Aspek kesling dan
transportasi udara
13) Perencanaan daerah dan
perkotaan
14) Pencegahan kecelakaan
15) Rekreasi umum dan
pariwisata
16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan
keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk.
17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin
lingkungan.
B. Menurut Pasal 22 ayat (3) UU No
23 tahun 1992 ruang lingkup
kesehatan lingkungan ada 8, yaitu :
1) Penyehatan
Air dan Udara
2) Pengamanan
Limbah padat/sampah
3) Pengamanan
Limbah cair
4) Pengamanan
limbah gas
5) Pengamanan
radiasi
6) Pengamanan
kebisingan
7) Pengamanan
vektor penyakit
8) Penyehatan dan pengamanan lainnya, misal
Pasca bencana
2.1.3 Sasaran
Kesehatan Lingkungan
Adapun
sasaran kesehatan lingkungan berdasarakan pasal 22 ayat (2) UU No 23
Tahun 1992, meliputi :
1) Tempat
umum (hotel, terminal, pasar,
pertokoan, dan usaha-usaha yang sejenis)
2) Lingkungan pemukiman (rumah tinggal, asrama/yang sejenis)
3) Lingkungan kerja (perkantoran, kawasan industri/yang sejenis)
4) Angkutan umum (kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk umum)
2.1.4 Konsep
Hubungan Interaksi antara Host-Agent-Environment
A. Tiga komponen/faktor
yang berperan dalam menimbulkan penyakit Model Ecology (Jhon Gordon).
1) Agent
(Agen/penyebab) adalah penyebab penyakit pada manusia
2) Host (tuan Rumah / Induk semang / penjamu / pejamu) adalah manusia yang ditumpangi penyakit
3) Lingkungan/environmental adalah
Segala sesuatu yang berada di luar kehidupan organisme, contoh: Lingkungan Fisik, Kimia, Biologi.
B. Karakteristik 3 komponen/ faktor yang berperan dalam
menimbulkan penyakit
1) Karakteristik Lingkungan
Fisik (Air, Udara, Tanah, Iklim, Geografis, Perumahan, Pangan,
Panas, radiasi)
Sosial (Status sosial, agama, adat istiadat, organisasi sosial
politik, dll)
Biologis (Mikroorganisme, serangga, binatang, tumbuh-tumbuhan)
2) Karakteristik Agent/penyebab penyakit
Agent penyakit dapat berupa agent hidup atau agent tidak hidup. Agent
penyakit dapat dikualifikasikan
menjadi 5 kelompok, yaitu :
a.
Agent
biologis
Tabel 1
Beberapa penyakit beserta penyebab spesifiknya
Jenis agent
|
Spesies agent
|
Nama penyakit
|
Metazoa
|
Ascaris lumbricoides
|
Ascariasis
|
Protozoa
|
Plasmodium
vivax
|
Malaria Quartana
|
Fungi
|
Candida
albicans
|
Candidiasis
|
Bakteri
|
Salmonella
typhi
|
Typhus abdominalis
|
Rickettsia
|
Rickettsia
tsutsugamushi
|
Scrub typhus
|
Virus
|
Virus
influenza
|
Influenza
|
b. Agent
nutrien (protein,
lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan air)
c. Agent fisik (suhu, kelembaban, kebisingan, radiasi, tekanan, panas)
d. Agent chemis/kimia (eksogen, contoh: alergen,gas, debu ;
endogen, contoh : metabolit, hormon)
e. Agent mekanis (gesekan, pukulan, tumbukan, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan)
3) Karakteristik Host/pejamu
Faktor manusia sangat kompleks dalam proses terjadinya
penyakit dan tergantung dari karakteristik yang dimiliki oleh masing – masing
individu, yakni :
Umur (penyakit arterosklerosis pada usia lanjut, penyakit
kanker pada usia pertengahan)
Seks (resiko kehamilan pada wanita, kanker prostat pada
laki-laki)
Ras (sickle cell anemia pada ras negro)
Genetik (buta warna, hemofilia, diabetes, thalassemia)
Pekerjaan (asbestosis, bysinosis)
Nutrisi (gizi kurang menyebabkan TBC, obesitas, diabetes)
Status kekebalan (kekebalan terhadap penyakit virus yang tahan lama dan
seumur hidup)
Adat istiadat (kebiasaan makan ikan mentah menyebabkan cacing hati)
Gaya
hidup (merokok,
minum alcohol)
Psikis (stress menyebabkan hypertensi, ulkus peptikum, insomnia)
2.1.5
Masalah-masalah Kesehatan Lingkungan di Indonesia
A. Air Bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
dimasak. Air
minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum.
Syarat-syarat
Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Syarat Fisik (Tidak
berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna)
2) Syarat Kimia (Kadar
Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan maks 500 mg/l
3) Syarat Mikrobiologis (Koliform tinja/total koliform maks 0 per 100 ml air)
Ada 4 macam
klasifikasi penyakit yang berhubungan dengan air sebagai media penularan penyakit yaitu (
kusnoputranto , 1986) :
1) Water
Borne Disease, yaitu penyakit yang penularannya
melalui air yang terkontaminasi
oleh bakteri pathogen dari penderita atau karier. Bila air yang mengandung
kuman pathogen terminum maka dapat terjadi penjakitan pada orang yang
bersangkutan, misalnya : Cholera, Typoid, Hepatitis dan Dysentri
Basiler.
2) Water
Based Disease, yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain melalui persediaan
air sebagai pejamu (host) perantara, misalnya
: Schistosomiasis.
3) Water
Washed Disease, yaitu penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air untuk pemeliharaan kebersihan perseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat terutama alat
dapur dan alat makan, misalnya ; diare, Cholera, Typoid, dan Dysentri
Basiler.
4) Water
Related Insect Vectors, vektor-vektor insektisida yang berhubungan dengan air, yaitu penyakit yang vektornya berkembang biak dalam air, misalnya : malaria, demam
berdarah, Yellow Fever, Tryponosomiasis.
B. Pembuangan
Kotoran dan Tinja
Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai
berikut :
1) Tanah permukaan tidak boleh terjadi
kontaminasi
2) Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air
tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur
3) Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
4) Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat
dan hewan lain
5) Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar, atau bila memang benar-benar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin.
6) Jamban harus bebas
dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana
dan tidak mahal.
C. Kesehatan
Pemukiman
Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut :
1) Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu pencahayaan,
penghawaan dan ruang gerak yang
cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
2) Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu privacy yang
cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah
3) Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah
dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan
limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak
berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari
pencemaran, disamping pencahayaan
dan penghawaan yang cukup.
4) Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya
kecelakaan baik yang timbul karena keadaan
luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar,
dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
D. Pembuangan Sampah
Teknik pengelolaan sampah yang baik harus memperhatikan faktor-faktor/unsur
:
1) Penimbunan sampah. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
sampah adalah jumlah penduduk dan
kepadatannya, tingkat
aktivitas, pola kehidupan/tingkat sosial ekonomi,
letak geografis, iklim, musim, dan kemajuan teknologi.
2) Penyimpanan sampah.
3) Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali.
4) Pengangkutan
5) Pembuangan
Dengan
mengetahui unsur-unsur pengelolaan sampah, kita dapat mengetahui hubungan dan
urgensinya masing-masing unsur tersebut agar kita dapat memecahkan
masalah-masalah ini secara efisien.
E. Serangga
dan Binatang Pengganggu
Serangga sebagai
reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang kemudian disebut
sebagai vektor misalnya : pinjal tikus untuk penyakit pes/sampar, Nyamuk
Anopheles sp untuk penyakit Malaria, Nyamuk Aedes sp untuk Demam
Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk Culex sp untuk Penyakit Kaki
Gajah/Filariasis. Penanggulangan/pencegahan
dari penyakit tersebut diantaranya dengan merancang rumah/tempat pengelolaan
makanan dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan
pestisida untuk mencegah gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3 M
(menguras mengubur dan menutup) tempat penampungan air untuk mencegah penyakit
DBD, Penggunaan kasa pada lubang angin di rumah atau dengan pestisida untuk
mencegah penyakit kaki gajah dan usaha-usaha sanitasi.
Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya anjing dapat
menularkan penyakit rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi perantara
perpindahan bibit penyakit ke makanan sehingga menimbulakan diare. Tikus dapat
menyebabkan Leptospirosis dari kencing yang dikeluarkannya yang telah
terinfeksi bakteri penyebab.
F. Makanan dan Minuman
Sasaran higene sanitasi makanan dan minuman adalah restoran, rumah makan,
jasa boga dan makanan jajanan (diolah oleh pengrajin makanan di tempat
penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum
selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel).
Persyaratan hygiene sanitasi makanan dan minuman
tempat pengelolaan makanan meliputi :
1) Persyaratan lokasi dan bangunan
2) Persyaratan fasilitas sanitasi
3) Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang
makanan
4) Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi
5) Persyaratan pengolahan makanan
6) Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan
makanan jadi
7) Persyaratan
peralatan yang digunakan.
G. Pencemaran
Lingkungan
Pencemaran
lingkungan diantaranya pencemaran air, pencemaran tanah, pencemaran udara.
Pencemaran udara dapat dibagi lagi menjadi indoor air pollution dan out door
air pollution. Indoor air pollution merupakan problem perumahan/pemukiman serta
gedung umum, bis kereta api, dll.
Masalah ini
lebih berpotensi menjadi masalah kesehatan yang sesungguhnya, mengingat manusia
cenderung berada di dalam ruangan ketimbang berada di jalanan. Diduga akibat pembakaran kayu bakar, bahan bakar rumah
tangga lainnya merupakan salah satu faktor resiko timbulnya infeksi saluran
pernafasan bagi anak balita. Mengenai masalah out door pollution atau
pencemaran udara di luar rumah, berbagai analisis data menunjukkan bahwa ada
kecenderungan peningkatan.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan resiko dampak pencemaran
pada beberapa kelompok resiko tinggi penduduk kota dibanding pedesaan. Besar
resiko relatif tersebut adalah 12,5 kali lebih besar. Keadaan ini, bagi jenis
pencemar yang akumulatif, tentu akan lebih buruk di masa mendatang. Pembakaran
hutan untuk dibuat lahan pertanian atau sekedar diambil kayunya ternyata
membawa dampak serius, misalnya infeksi saluran pernafasan akut, iritasi pada
mata, terganggunya jadual penerbangan, terganggunya ekologi hutan.
2.1.6
Penyebab
Masalah Kesehatan Lingkungan di Indonesia
Adapun penyebab
masalah kesehatan lingkungan di Indonesia, meliputi:
1) Pertambahan
dan kepadatan penduduk.
2) Keanekaragaman
sosial budaya dan adat istiadat dari sebagian besar penduduk
3) Belum memadainya pelaksanaan fungsi manajemen.
2.1.7 Hubungan dan Pengaruh Kondisi Lingkungan terhadap
Kesehatan Masyarakat di Perkotaan
dan Pemukiman.
Contoh hubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan
masyarakat di perkotaan dan pemukiman diantaranya sebagai berikut :
1) Urbanisasi (kepadatan kota, keterbatasan lahan, daerah slum/kumuh, sanitasi kesehatan lingkungan buruk
2) Kegiatan di kota (industrialisasi
yang menghasilkan
limbah cair, lalu dibuang tanpa pengolahan ke sungai.
Sementara itu sungai dimanfaatkan
untuk mandi, cuci, kakus, sehingga dapat menyebabkan penyakit menular)
3) Kegiatan di kota (lalu lintas alat transportasi: emisi
gas buangan/asap yang
mencemari udara kota, sehingga udara menjadi tidak
layak dihirup dan menyebabkan penyakit
ISPA.
2.1.8
Kabupaten/Kota
Sehat (Healthy City)
Dalam tatanan
desentralisasi/otonomi daerah di bidang kesehatan, pencapaian Visi Indonesia
Sehat 2010 ditentukan oleh pencapaian Visi Pembangunan Kesehatan setiap
provinsi (yaitu Provinsi sehat). Khusus untuk Kabupaten/Kota, penetapan indikator hendaknya mengacu kepada
indikator yang tercantum dalam Standard Pelayanan Minimal (SPM) Bidang
Kesehatan. SPM ini dimasukkan sebagai bagian dari Indikator Kabupaten/Kota Sehat. Kemudian
ditambah ha-hal spesifik yang hanya dijumpai/dilaksanakan di Kabupaten/Kota yang
bersangkutan. Misalnya Kota/Kabupaten yang area pertaniannya luas dicantumkan
indikator pemakaian pestisida.
Di dalam SPM Kab/kota di Propinsi Sumatera
Selatan (Keputusan
Gubernur Sumatera Selatan) pada point (huruf) “U” tentang Penyuluhan Perilaku
Sehat disebutkan terdapat item Rumah Tangga Sehat (item 1), dimana
disebutkan bahwa Rumah Tangga sehat adalah Proporsi Rumah Tangga yang memenuhi
minimal 11 (sebelas) dari 16 indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
tatanan Rumah Tangga. Lima diantara 16 indikator merupakan Perilaku yang
berhubungan dengan Kesehatan Lingkungan, yaitu :
1) Menggunakan Air Bersih untuk kebutuhan sehari-hari
2) Menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan
3) Membuang sampah pada tempat yang disediakan
4) Membuang
air limbah pada saluran yang memenuhi syarat
5) Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar.
Terdapat juga Penilaian Rumah Sehat (rumah secara fisik :
pencahayaan, kelembaban, ventilasi, dll).
Selain Rumah Tangga sehat terdapat pula point “R” yakni Pelayanan
Kesehatan Lingkungan dimana item pertama (Institusi yang
dibina) meliputi Rumah Sakit, Puskesmas, Sekolah, Instalasi Pengolahan Air Minum,
Perkantoran, Industri Rumah Tangga dan Industri Kecil serta tempat penampungan
pengungsi. Institusi yang dibina tersebut adalah unit kerja yang dalam
memberikan pelayanan/jasa potensial menimbulkan resiko/dampak kesehatan.
2.1.9
Interaksi Manusia dan Lingkungannya
Secara Ilmiah
manusia berinteraksi
dengan lingkungannya. Manusia bernapas menghirup udara disekitarnya setiap
detik. Makanan manusia diambil dari sekitarnya, demikian pula minuman, pakaian dan lain
sebagainya. Tergantung dari taraf budayanya , manusia dapat sangat erat
hubungannya dengan lingkungan hidupnya. Pertumbuhan
penduduk yang pesat menjadi tantangan bagi industri untuk pemenuhan kebutuhan
manusia, namun disamping terpenuhinya kebutuhan ada dampak negatif yang
ditimbulkan yaitu pencemaran lingkungan .
Sesuai dengan
perkembangan budaya masyarakat terdapat masalah kesehatan lingkungan, angka
penyakit, angka kematian, dan kesehatan yang setara dengan budaya tersebut.
Semuanya ditentukan oleh interaksi
manusia dengan lingkungannya
Bagi
manusia lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitarnya. Bagaimanapun dikelompokan
pada prinsipnya ( lingkungan air, udara, tanah, sosial, dll) tidak dapat
dipisah-pisahkan, karena tidak mempunyai batas yang nyata dan merupakan
suatu komponen ekosistem. Pengetahuan tentang hubungan antar jenis
lingkungan sanagatlah penting agar dapat menanggulangi permasalahan
lingkungan secara terpadu dan tuntas.
2.2 Gambaran Umum
Kabupaten Banyuasin
2.2.1 Gambaran
Kabupaten Banyuasin
A. Letak Geografis dan Luas Wilayah
Kabupaten
Banyuasin adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten
ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Musi Banyuasin yang
terbentuk berdasarkan UU No. 6 Tahun 2002, terletak di pantai timur Sumatera.
Wilayahnya seluas 11,832, 99 km2 (sekitar 12,18 % dari luas propinsi
Sumatera Selatan).
Gambar
1
Kabupaten
Banyuasin terletak di antara 1,30 - 40 Lintang Selatan dan 1Mo 40' - 1050
15' Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah administratif sebagai berikut :
-
Sebelah Utara berbatasan
dengan Kabupaten Muara Jambi Provinsi Jambi dan Selat Bangka,
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Air Sugihan dan Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering llir.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Air Sugihan dan Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering llir.
-
Sebelah Selatan
berbatasan dengan Kecamatan Sira Pulau Padang Kabupaten Ogan Komering llir;
Kota Palembang; Kecamatan Gelumbang dan Kecamatan Talang Ubi Kabupaten Muara Enim
-
Sebelah Barat
berbatasan dengan Kecamatan Lais, Kecamatan Sungai Lilin dan Kecamatan Bayung
Lincir Kabupaten Musi Banyuasin,
B. Keadaan Alam
1. lklim
dan Curah Hujan
Wilayah
Kabupaten Banyuasin memiliki iklim tropis basah dengan dua musim (hujan dan
kemarau), atau tipe iklim 81 menurut klasifikasi Oldemand. Suhu rata-rata
26,f-27,40 Celcius. Kelembaban relatif 69,40lo-85,5%. Variasi curah hujan
antara 1,07*13,32 mm sepanjang tahun. Rata-rata curah hujan 2,723 mm/tahun.
2. Topografi
Sebagian besar
(80%) dari wilayah Kabupaten Banyuasin memiliki topografi datar berupa lahan
rawa pasang surut dan rawa lebak. Sedangkan selebihnya (20 %) berupa lahan kering
yang berombak sampai bergelombang (berbukit-bukit) dengan sebaran ketinggian
antara 0-40 meter di atas permukaan laut.
Gambar
2
Lahan
rawa pasang surut yang terletak di sepanjang Pantai Timur sampai ke pedalaman
meliputi wilayah Kecamatan Muara Sugihan, Muara Padang, Air Saleh, Makarti
Jaya, Muara Telang, Banyuasin ll, Pulau Rimau, Banyuasin I, sebagian Kecamatan
Talang Kelapa, sebagian Kecamatan Banyuasin III, sebagian Kecamatan Betung dan
sebagian Kecamatan Tungkal llir. Selanjutnya lahan rawa lebak terdapat di
Kecamatan Rantau Bayur, sebagian Kecamatan Rambutan, sebagian kecil Kecamatan
Banyuasin I dan Kecamatan Banyuasin III. Sedangkan lahan kering dengan
topografi agak bergelombang terdapat di sebagian besar Kecamatan Betung,
Kecamatan Banyuasin III, Kecamatan Talang Kelapa serta sebagian kecil Kecamatan
Rambutan
3. Hidrologi
Berdasarkan
sifat tata air, wilayah Kabupaten Banyuasin dapat dibedakan menjadi daerah
dataran kering dan daerah dataran basah yang sangat dipengaruhi oleh pola
aliran sungai.
4. Kependudukan
Berdasarkan
Sensus Penduduk 2010, penduduk Kabupaten Banyuasin pada tahun 2010 berjumlah
750.110 jiwa dengan kepadatan rata-rata 63,4 jiwa per km2. Kepadatan penduduk
antar Kecamatan sangat bervariasi. Yang tertinggi kepadatan penduduknya (220,9
jiwa/Km2) adalah Kecamatan Talang Kelapa yang merupakan daerah pinggiran kota.
Sedangkan yang rendah kepadatan penduduknya adalah Kecamatan-kecamatan yang
berada di wilayah pesisir, sebagian wilayahnya merupakan eks pemukiman
Transmigrasi.
2.2.2 Pengelolaan Kesehatan
Lingkungan Berkelanjutan di Kabupaten Banyuasin
Kabupaten
Banyuasin yang sebagian besar yaitu sekitar 80 % yang wilayahnya berupa lahan
rawa pasang surut dan rawa lebak tentu memiliki resiko sebaran penyakit yang
bersumber dari lingkungan yang cukup tinggi, karena udara di sekitar lingkungan
rawa tidak segar dan tinggi
akan faktor resiko sumber penyakit salah satunya malaria. Untuk itu Masalah
lingkungan menjadi perhatian utama bagi pemerintah Kabupaten Banyuasin melalui
SKPD Dinas Kesehatan Bidang Kesehatan Lingkungan berupaya untuk menanggulangi permasalahan
kesehatan lingkungan yang terjadi diwilayah Kabupaten Banyuasin secara terpadu
dan tuntas serta berkelanjutan.
Interaksi
manusia dengan lingkungan hidup adalah suatu proses yang wajar sejak manusia di
lahirkan di dunia sampai akhir hayatnya. Hubungan yang saling timbal balik ini
tentu diharapkan adanya keseimbangan dintara keduanya.
Jumlah
penduduk yang makin meningkat menuntut manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Dengan demikian aktivitas atau kegiatan manusia dalam menghasilkan
suatu produksi barang maupun sandang, pangan dan papan juga meningkat, selain
menghasilkan barang untuk pemenuhan kebutuhan hidup, kegiatan ini juga menghasilkan
bahan buangan, yang jika tidak diatur maka akan menimbulkan pencemaran
lingkungan tersebut seperti penumpukan sampah, polusi , dan sebagainya yang
berpengaruh pada kualitas lingkungan. Selain faktor tofografi Kabupaten
Banyuasin yang wilayahnya rawa, hal ini juga yang menjadi permasalahan
lingkungan di Kabupaten Banyuasin, karna kualitas lingkungan yang buruk
akan mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat. Sebab sebagaimana kita ketahui
ada empat faktor yang mempengaruhi status kesehatan yaitu Lingkungan, prilaku,
pelayanan kesehatan, dan keturunan. Dan faktor yang paling dominan adalah
faktor lingkungan.
Dengan
demikan permasalahan kesehatan masayarakat menjadi semakin kompleks. Dan inilah
pentingnya peran kesehatan lingkungan yaitu mencegah penyebaran penyakit
melalui lingkungan, dengan menghilangkan penyebab-penyebab penyakit secara
rasional, sitematis dan berkelanjutan.
Adapun lingkup
kegiatan program kesehatan lingkungan yang diselenggarakan yaitu :
A. Penyediaan Air Bersih
Wilayah Banyuasin
yang sebagian besar rawa dan daerah perairan menyebabkan sebagian besar
masyarakat di wilayah ini menggunakan air hujan sebagai sumber air bersih untuk
keperluan sehari-hari. Sebagaimana diketahui air hujan atau air angkasa
ini bersifat lunak karena kadar mineral yang terdapat didalammnya sedikit
sekali.
Ketika air itu
turun melalui udara maka material yang terdapat didalam udara seperti gas (O2,
CO2, dan N2) jasad renuk dan debu larut dan turun bersama-sama air hujan jatuh
kepermukaan bumi hingga air ini bukan merupakan sumber air murni lagi tapi bercampur
dengan partikel-partikel yang ada di udara. (Kusnoputra, dalam Aris,
2003).
Berdasarakan
data laporan UPT Puskesmas yang ada di Kabupaten Banyuasin, rumah tangga
yang mendapat akses air bersih sebanyak 63,6% dan tidak mendapatkan akses
sebanyak 36, 4% (Tahun 2010) , dan ini masih dibawah target Indonesia Sehat
2010 yaitu 85%.
Berikut
komposisi sumber air bersih yang digunakan rumah tangga diwilayah Kabupaten
Banyuasin :
Gambar
4
Dari Profil
Kesehatan Kab. Banyuasin Tahun
2010 dapat
dilihat bahwa penduduk yang bisa
mendapatkan akses sumber air bersih, sebagian besar sumbernya berasal dari PAH
(Penampungan Air Hujan) yaitu 30,1 %.
Penggunaan
air yang tidak memenuhi syarat-sayarat kualitas air (fisik, kima, dan
mikrobiologis), dapat menimbulkan terjadinya gangguan kesehatan berupa penyakit
menular maupun tidak menular, seperti diare, cholera, typoid dan sebagainya.
Selain
itu air juga dapat berperan sebagai sarang penyakit yaitu sarang insekta yang
membawa sumber penyakit bagi masyarakat seperti nyamuk Aedes sp untuk
penyakit Demam berdarah Dangue (DBD), nyamuk Anophels sp untuk penyakit
malaria dan Culex sp untuk filariasis.
Untuk
mencegah penyakit bawaan air ini, maka kualitas badan air perlu dijaga, dengan
tidak membuang limbah hasil aktivitas masyarakat ke badan air.
Untuk
saat ini kegiatan yang dilaksanakan bagian kesehatan lingkungan hanya sebatas
pengukuran dan pengujian kualitas air dan bentuk pelaporan jumlah rumah tangga
yang mampu mengakses sumber air bersih (form pelaporan terlampir).
B. Pengelolaan Sanitasi
Dasar
Pengeloaan
sarana sanitasi dasar meliputi jamban, tempat sampah, dan saluran
pembuangan air limbah (SPAL).
1. Pengeloaan
Jamban dan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Tinja dan limbah
cair yang merupakan sumber penyakit tentulah harus dijauhkan dari
manusia, karena jika tidak dikelola sebagaimana mestinya akan menimbulkan
masalah lingkungan dan kesehatan masyarakat. Tinja dan limbah cair yang bila
mencemari badan air, sungai, ataupun danau menyebabkan air tersebut tidak layak
dikonsumsi manusia. Tinja yang secara estetika tidak sedap dipandang juga
menimbulkan bau yang menyengat dan tinja juga merupakan sumber penyakit karna
menjadi sarang serangga seperti lalat yang bila hinggap lalu akan hinggap di
makanan dan bila makanan yang sudah terkontaminasi dimakan manusia akan
menyebakan sakit seperti diare.
Untuk itu
diperlukannya pengelolaan dan penanganan tinja dan limbah cair ini
secara seniter dan aman. Artinya penanganan yang dilakukan haruslah
sesuai dengan teknik dan prosedur yang sudah ditetapkan.
Dengan demikan
diharapkan penanganan yang dilaksanakan semestinya akan bisa mencegah pencemaran
lingkungan. Dan diharapkan pada akhirnya mendukung pelestarian lingkungan.
Penanganan tinja dan limbah cair secara saniter ini merupakan salah satu
kegiatan penyehatan lingkungan
Data yang
dilaporkan dari Puskesmas bahwa di tahun 2010 adalah KK yang memiliki jamban
keluarga sebanyak 75, 2 % dan yang jamban sehat sebanyak 64,2 %. Dan KK
yang yang memilik SPAL yang sehat sebanyak 40, 3 % dari 52,6 % yang diperiksa (
Form pemeriksaan Jamban dan SPAL terlampir).
Adanya
peningkatan jumlah KK yang memiliki jamban tidak terlepas dari program CLTS
(Community Led Total Sanitation) yang diselenggarakan
oleh Dinas Kesehatan yaitu pemberdayaan masyarakat dengan menganalisis keadaan
dan resiko pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh buangan tinja,
yaitu penghentian buang air besar sembarangan/tempat terbuka dan pembangunan
serta penggunaan jamban secara mandiri tanpa subsidi.
Para sanitarian
di Puskesmas diberi pelatihan, dan pada nantinya di desa pada wilayah kerjanya
akan melakukan perberdayaan masyarakat sekitar untuk melakukan CLTS .
Program CLTS ini
sendiri merupakan bagian dari komponen PHBS (Prilaku Hidup Bersih dan Sehat
point ke-6 yaitu jamban sehat yang
dilakukan dengan pemicuan akan
rasa jijik, malu, takut, sakit, berdosa dan rasa tanggung jawab dalam kaitannya
buang air besar yang dilakukan disembarang tempat, menawarkan air yang sudah
tercemar tinja dari air sungai, kebun, dan sebagainya. Diharapkan dengan pemicuan ini
masyarakat mau berkomitmen untuk melakukan perubahan perilaku ke prilaku hidup
bersih dan sehat. Dan mendorong perubahan paradigma mereka semiskin apapun
masyarakat itu mampu membangun jamban.
Adapun komponen
yang terlibat yaitu masyarakat, fasilitator, natural leader, dan
instutionalisasi.
2. Pengelolaan
Tempat Sampah
Penumpukan
sampah disembarang
tempat yang secara estetika tidak sedap dipandang mata dan juga menimbulkan bau
juga bisa menjadi sumber penyakit yang dapat menggangu kesehatan masyarakat.
Sampah yang bertebaran akan menjadi sarang lalat dan tikus, lalat tersebut akan
hinggap pada makanan yang tidak ditutup kemudian dimakan dan akan menyebakan
sakit diare. Bau yang tidak sedap akan menyebabkan gangguan pernapasan yaitu
ISPA dan pneumonia. Untuk itu perlu adanya pengelolaan sampah secara terpadu.
Adapun kegiatan penyehatan lingkungan dalam rangka pengelolaan tempat sampah
yaitu kerja sama dengan dinas terkait seperti Dinas Kebersihan. Dengan
menyediakan tempat pembuangan sampah sementara diberbagai sudut kota, dan
adanya tempat pembuangan akhir (TPA). Selain penyediaan sarana fisik tersebut
diadakan pula penyuluhan mengenai menjaga kebersihan lingkungan sekitar baik
itu dari Puskesmas maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin.
C. Kesehatan Pemukiman
Adapun
permasalahan pemukiman yang terjadi di Kabupaten Banyuasin :
1) Di
pedesaan pemukiman dan perumahan masih sangat berkaitan erat dengan budaya
dan adat istiadat masyarakat setempat dan ini sering kali tidak memenuhi kondisi
kesehatan lingkungan. Sebagai contoh : kandang hewan ternak sering ada di bawah
rumah (rumah bertingkat) padahal menurut persyaratan rumah sehat kandang
hewan peliharaan harus dijauhkan dari rumah tempat tinggal karna, akan menjadi
sumber penyakit bagi penghuni rumah.
2) Pada
daerah pemukiman transmigran seperti beberapa wilayah di Kabupaten Banyuasin
sebagai contoh daerah sekitar rawa. Dimana pembangunan hunian belum
memperhatikan aspek kesehatan lingkungan dan belum dapat memberikan perlindungan
yang baik bagi penghuninya.
Untuk itulah
perlu adanya program penyehatan perumahan dan pemukiman. Rumah sehat itu
sendiri merupakan bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan
diantaranya memiliki jamban
sehat, adanya akses air bersih, adanya tempat pembuanagan sampah, adanya SPAL,
memiliki ventilasi yang
baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dengan jumlah penghuni rumah, dan
lantai tidak terbuat dari tanah.
Berdasarakan
laporan dari puskesmas di Kabupaten Banyuasin tahun 2010, persentase rumah
sehat yaitu sebesar 60,3 % dan angka ini masih dibawah target Indonesia Sehat
2010 yaitu sebesar 80%. Masih rendahnya persentase ini dikarenakan kurangnya
pemahaman sektor terkait dan masyarakat akan pemahaman konsep pembangunan
berwawasan lingkungan.
Kegiatan atau
upaya yang dilakukan dalam usaha penyehatan perumahan dan pemukiman diantaranya
penyuluhan tentang rumah sehat dan pemeriksaan rumah sehat dan layak per
triwulan yang dilakukan oleh puskesmas di wilayah kerjanya masing-masing.
D. Pemeriksaan Tempat-Tempat Umum
Tempat-tempat
umum (TTU) merupakan sarana
fasilitas yang digunakan oleh khalayak ramai, dimana tempat ini juga harus
dijaga kebersihan dan kesehatan lingkungannya. Dalam peningkatan kesehatan ini,
pengelolaan kesehatan lingkungan yang dilaksanakan berupa pemeriksaan
diantaranya :
1) TTU
sarana wisata seperti hotel, losmen/penginapan, kolam renang
2) TTU
tempat/ rumah ibadah
3) TTU institusi sekolah
meliputi TK/PAUD, SD/sederajat, SLTP/sederajat, dan SLTA/sederajat
4) TTU
sarana pusat perekonomian, meliputi pasart radisional, pasar swalayan
5) TTU
sarana kesehatan, meliputi RS Umum, Puskesmas, PUSTU (Puskesmas Pembantu),
POSKESDES (Pos Kesehatan Desa), dan klinik kesehatan
Kesemua
pemeriksaan TTU ini juga diberlakukan secara berkala yaitu per triwulan,
pemeriksaan ini bertujuan apakah sarana yang sudah ada telah memenuhi
syarat-syarat kesehatan lingkungan.
E. Pengelolaan
Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman (TPM).
Makanan
merupakan kebutuhan manusia, makanan berfungsi memberikan tenaga dan asupan
gizi bagi tubuh kita, untuk itu perlu dijaga higiene dan sanitasinya agar
makanan tersebut dapat berfungsi optimal bagi tubuh kita.
Banyaknya kasus
penyalahgunaan dalam produksi bahan makanan maupun makanan jadi seperti
kontaminasi pestisida pda bahan makan seperti sayuran dan buah-buahan, pemakaian
bahan berbahaya pengawet seperti boraks dan formalin dan bahan pewarna tekstil
yang sering digunakan untuk pewarna makanan pada makanan jadi, tentu ini
sanagat merugikan masyarakat sebagai konsumen, karna dapat menyebabkan sakit.
Seperti halnya makanan yang mengandung bahan pengawet ataupun pewarna tekstil
jika terakumulasi di dalam tubuh, makanya akan pengakibatkan penyakit
degeneratif seperti tumor dan kanker, begitu pulanya bahan makanan yang
terkontaminasi pestisida.
Untuk
menanngulangi permasalahan ini program pengeloaan penyehatan lingkungan yang
dilakukan yaitu adanya pemeriksaan higiene sanitasi makanan, dengan sasaran
seperti warung makan, restoran, rumah makan, jasa boga, industri rumah tangga,
makan jajanan di sekolah-sekolah dan sebagainya.
Pemeriksaan
higiene sanitasi makanan ini juga dilakukan per triwulan jadi dalam 1 tahun ada
empat kali pemeriksaan.
F. Pemeriksaan Tempat Pengelolaan dan Penyimpanan
Pestisida (T2P Pestisida)
Pestisida memang
sangat penting bagi peningkatan hasil pertanian dan perkebunan, dan dituntut
penggunaannya harus dan mutlak secara aman, karena tidak dipungkiri pestida
merupakan bahan yang berbahaya bila digunakan sembarangan.
Penggunaan yang
tidak semestinya bisa menimbulakan dampak negatif baik secara langsung maupun
tidak langsung bagi kesehatan maupun bagi lingkungan.
Kabupaten
banyuasin yang sebagian besar mata pecaharian penduduknya dibidang pertanian
dan perkebunan tentulah menggunakan pesisida pada sektor pertanian dan
perkebunannya,
tidak menutup kemungkinan akan terjadi keracunan pestisida untuk itu lah
diperlukan adanya pengelolaan dan pengamanan
pestisida sesuai dengan persyaratan.
Pengelolaan yang
dilakukan berupa
pemantauan dalam pengelolaan dan pengamanan pestisida baik itu di tempat
penjualan/toko pertanian, koperasi desa, ataupun rumah tangga yang menyimpan
pestisida.
G. Pemeriksaan Jentik Nyamuk
Salah satu upaya
preventif yang dilakukan di puskesmas diwujudkan dalam bentuk program
Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) seperti Demam berdarah dengue
(DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Jumlah kejadian yang terus
meningkat dikarenakan kurangnya prilaku masayarakat terhadap pembersihan sarang
nyamuk.
Untuk itu
dipelukannya program pemberantasan DBD yaitu dalam upaya pemutusan mata rantai
penyakit dengan melakukan pembersihan sarang nyamuk, dengan fokus kegiatan
pemantauan jentik nyamuk secara berkala di rumah tangga dan penyuluhan 3M Plus.
H. Program Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Adapun usaha
yang dilakukan dalam menunjang upaya kesehatan lingkungan yaitu program PHBS.
PHBS merupakan suatu upaya pemberdayaan anggota rumah tangga agar secara sadar
melakukan prilaku hidup bersih dan sehat.
Adapun prilaku
yang paling penting
yang berkaitan dengan kesehatan
lingkungan yaitu menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik nyamuk dirumah.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Dalam
rangka pencapaian misi Kabupaten Banyuasin yaitu “ menciptakan pembangunan
berwawasan lingkungan untuk menjamin keberlanjutan “ dan visi Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyuasin “ Banyuasin Sehat dan Berkualitas tahun 2013”. .
Adapun permasalahan
kesehatan lingkungan di Kabupaten Banyuasin, yaitu :
1. Wilayah
Kabupaten Banyuasin yang sebagian besar merupakan daerah perairan yaitu rawa
pasang surut dan rawa lebak sangat berpotensi dan berisiko sebaran
penyakit yang bersumber dari lingkungan
2. Peningkatan jumlah
penduduk berdampak meningkatnya produksi demi untuk pemenuhan
kebutuhan hidup selain berdampak positif yaitu kesejahteraan masyarakat juga
berdampak negatif yaitu pencemaran seperti penumpukan samapah, pestisida , limbah
rumah tangga, dan limbah manusia.
3. Masih
tingginya angka rumah tangga yang tidak ada akses akan air bersih (dibawah angka
target nasional) , dan sebagian
besar rumah tangga yang menggunakan air PAH untuk
keperluan sehari- hari juga berdampak terhadap gangguan kesehatan.
4. Permasalahan
pemukiman baik pedesaan maupun pemukiman transmigran yang belum berwawasan lingkungan.
Untuk
itu diselenggarakan
program pengelolaan kesehatan lingkungan berkelanjutan di wilayah Kabupaten
Banyuasin secara terpadu dan tuntas. Adapun bentuk pengelolaan kesehatan
lingkungan yang dilaksanakan yaitu mencakup aspek :
1. Penyediaan
air bersih
2. Pengelolaan
sanitasi dasar, meliputi pengelolaan jamban, tempat sampah dan saluran pembuangan
air limbah (SPAL)
3. Kesehatan
pemukiman
4. Pemeriksaan tempat
tempat umum (TTU), meliputi sarana wisata, tempat ibadah, institusi
sekolah, sarana pusat perekonomian, dan sarana kesehatan.
5. Pengelolaan
higiene sanitasi makanan dan minuman (TPM)
6. Pemeriksaan
tempat pengelolaan dan penyimpanan pestisida (T2P Pestisida)
7. Pemeriksaan
jentik nyamuk secara berkala
8. Program
Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
3. 2 Saran
A. Bagi
Pemerintah atau Institusi Terkait
1. Meningkatkan
manajemen atau pengelolaan kesehatan lingkungan yang lebih terencana sehingga program-program
yang dilaksanakan dapat lebih optimal secara terpadu dan tuntas
2. Meningkatkan
kerjasama dengan institusi/ dinas terkait seperti Badan Lingkungan Hidup,
Dinas Tata Kota dan
Dinas Kebersihan sehingga pengelolaan kesehatan lingkungan
yang dilaksanakan
akan lebih berkesinambungan dan berkelanjutan.
3. Peningkatan
pelaksanaan pemantauan kegiatan kesehatan lingkungan dan diharapkan adanya
umpan balik dari pelaporan sehingga permasalahan kesehatan lingkungan dapat segera
teratasi.
B. Bagi
Masyarakat
1. Diharapkan
masyarakat mau berpartisipasi untuk menjaga lingkungan sekitarnya
2. Diharapkan
masyarakat melaksanakan program prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di
rumah tangganya masing-masing sehinga bisa dan mampu meningkatkan kualitas hidup
mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Aris
Wijayanto, 2003, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Cakupan Sarana Air Bersih di Desa Cipta Praja
Kecamatan keluang Musi Banyuasin Tahun 2003,
Skripsi STIKES
Abdi Nusa Palembang
Direktorat
Jendral PPm dan PL. 2005 . Pedoman Teknis Penyehatan Perumahan. Jakarta : Depkes RI
Hasyim,
Hamzah. 2008. Buku panduan PBL : Manajemen Kesehatan Lingkungan dalam
Upaya
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat. ( 2008 :
22-24). Indralaya. PSKM FK Unsri
Mulia,
Ricki M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu
NN,
2007. Dasar Kesehatan Lingkungan. Diakses dari http://ajago.blogspot.com/2007/12/dasar-kesehatan-lingkungan.html
tanggal 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar